Tileming Sasih Ketiga, Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa Menggelar Upacara Pawintenan Di Pura Penataran Dalem Sakenan

BERITAFAJARTIMUR.COM | Denpasar Bali – Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa menggelar upacara Pawintenan pada Minggu/Redite Wage 25 September 2022 Tileming Sasih Ketiga di Pura Penataran Dalem Sakenan Denpasar Bali, peserta pawintenan mencapai kurang lebih 250 orang.

Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar, Ida Bagus Ketut Rimbawan S.Ag.,M.Si., mengatakan, pawintenan adalah upacara yadnya yang bertujuan untuk pembersihan diri secara lahir batin. Secara lahir, diri dibersihkan atau dimandikan dengan air yang telah disatukan dengan berbagai aneka bunga atau kembang, sedangkan secara batin, memohon kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa agar dapat diberikan penyucian diri, tuntunan dan bimbingan dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang bersifat suci selanjutnya dapat diamalkan dan dijalankan dalam kehidupan diri sendiri maupun kepada orang lain yang memerlukannya.

Ida Bagus Ketut Rimbawan S.Ag., M.Si., menjelaskan, mawinten berasal dari mawa artinya bersinar dan inten artinya intan atau permata berwarna putih suci kemilau bersinar mempunyai sifat mulia, dengan upacara Mawinten orang yang melaksanakannya secara lahir batin akan suci, berkilau dan bersinar bagaikan permata dapat bermanfaat bagi orang lain.

“Mawinten berguna untuk penyucian diri secara lahir batin sarat dengan nilai-nilai kerohanian tinggi dan mendalam, upacara Mawinten bisa dilaksanakan oleh siapa saja,” jelas Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar ini.

Lebih lanjut Ida Bagus Ketut Rimbawan, S.Ag., M.Si., menjelaskan mawinten ada tingkatan upacaranya, itu tergantung dari keadaan orang yang akan menjalankannya yakni mawinten dengan ayaban pawintenan saraswati sederhana adalah upacara penyucian diri dengan memuja Dewi Saraswati sebagai sakti Brahma yang menciptakan ilmu pengetahuan, yang melaksanakannya pawintenan ini, orang yang baru belajar agama yaitu siswa dan siswi sekolah.

“Mawinten dengan banten ayaban bebangkit adalah penyucian diri dengan memuja Dewi Saraswati dan Bethara Gana yang berfungsi sebagai pelindung manusia, yang melaksanakan pawintenan ini adalah belajar sastra,” urai Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar ini.

Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar ini menjelaskan, semua orang boleh mawinten terutama yang sudah memasuki masa wanaprasta asrama. Wanaprasta asrama adalah masa seseorang sudah melewati gryahasta asrama yaitu masa berkeluarga, atau sudah mempunyai istri dan anak. Yang wajib mawinten adalah orang yang belajar Weda, membuat banten, mekidung wajib mawinten menjadi pemangku di sanggah pamerajan kawitan, pregina penari sakral, undagi, pengayah sulinggih wajib mawinten dengan tataban banten bebangkit.

“Yang menjadi pemangku di Pura Panti, Paibon, Kahyangan Tiga, Jero Gede, Jero Bhawati, Jero Dalang wajib mawinten dengan tataban banten Catur. Banten tataban pawintenan bermakna sebagai penuwur Ida Bhatara yang dimohonkan sebagai pemberi kewenangan dan upesaksi atas upacara pawintenan,” jelasnya.

“Bila menggunakan banten Bebangkit kita memohon kehadiran Bhatari Durga sebagai Dewi Uma, shakti Bhatara Siwa. Bila menggunakan banten Catur kita memohon kehadiran Bhatara Catur Dewata yakni Ishwara, Brahma, Mahadewa dan Wisnu makin tinggi tingkat tataban pawintena, maka makin beratlah kewajiban melaksanakan yama dan niyama brata,” urai Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Denpasar ini.

Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, SH., mengatakan, pihaknya mengharapkan terselenggaranya pawintenan ini dengan lancar dan paripurna. Pawintenan ini sangat sakral, tentunya untuk pembersihan diri, berapa kalipun mawinten bisa. Upacara pawintenan adalah upacara mensucikan seseorang oleh Nabe yaitu Sulinggih Dwijati yang sudah berwenang melakukan pawintenan berdasarkan panugrahan dari Nabe Sulinggih atas pertimbangan kemampuan spiritual yang tinggi.

I Nyoman Kenak, SH., menjelaskan, seseorang yang sudah mewinten diharapkan menjadi suci lahir dan bathin, berkharisma dan sakral sehingga patut mendapat kedudukan sosial di masyarakat sebagai seorang ekajati. Ekajati artinya kelahiran yang pertama, bila dikemudian hari mediksa, ia akan menjadi seorang dwijati atau kelahiran yang kedua kalinya.

Ketua Panitia Pawintenan, Jero Mangku Sudarsana kepada Beritafajartimur.com mengatakan, peminatnya begitu tinggi ini tentu sangat membanggakan kami selaku umat sedharma. Upacara ini sebagai wujud kepedulian Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa menggelar upacara pawintenan di Pura Penataran Dalem Sakenan membantu umat dalam melaksanakan kegiatan yadnya, serta untuk meringankan dari segi biaya tanpa mengurangi makna dari pelaksanaan upacara yadnya dalam hal ini pewintenan.

“Upacara pawintenan ini juga untuk memberikan pemahaman kepada umat, bahwa pelaksanaan yadnya tidak perlu mahal sebab yang utama adalah kegiatan upacara yadnya tersebut sarana upacara sesuai dengan plutuk atau aturan sesuai dengan sastra dan yang memimpin atau pengrajeg kegiatan upacara yadnya yang mempunyai wewenang,” jelas Jero Mangku Sudarsana.

Lanjut Jero Mangku Sudarsana menjelaskan, tujuan pelaksanaan upacara di Pura Penataran Dalem Sakenan yaitu melaksanakan salah satu swadharma pemangku Yayasan Padukuhan Sri Chandra Bhaerawa dalam membantu meringankan umat dalam melaksanakan kegiatan upacara yadnya dalam hal ini pawintenan, serta menciptakan rasa kebersamaan sesama umat dalam melaksanakan upacara yadnya.

“Pawintenan yang dilaksanakan di di Pura Penataran Dalem Sakenan adalah Pawintenan Saraswati, Dasa Guna, Ganapati. Jumlah peserta kurang lebih 250 orang dan dipuput tiga sulinggih Ida Pedanda Sikara, Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi, Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Ganda Kusuma,” jelas Jero Mangku Sudarsana.

Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi mengatakan, dengan menstanakan Ida Sanghyang Widhi dan manifestasiNya, selanjutnya mempersembahkan upakara dengan tujuan mohon agar beliau berkenan menjadi saksi dalam penyelenggaraan upacara pawintenan, sehingga upacara berjalan tertib, aman dan lancar. Sebelum upacara mawinten melakukan melukat yaitu pembersihan diri yang akan mawinten dengan sarana air kelapa muda yang telah dijadikan Tirtha melalui puja mantra, selanjutnya dipercikkan ke ubun – ubun dan badan yang mawinten.

“Upacara mabyakala bertujuan memberikan pengorbanan suci kepada bhutakala agar tidak mengganggu jalannya upacara pawintenan, banten prayascita untuk memohon kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dan manifestasiNya agar yang mawinten dapat memiliki pandangan suci, dan merajah yaitu upacara penempatan aksara suci di organ tubuh yang diwinten,” jelas Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi.

Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi menjelaskan, bahwa mawinten merupakan salah satu kewajiban setiap umat Hindu dalam upaya mewujudkan kesejahteraan lahir maupun kebahagiaan bathin, mengingat dari pandangan filosofis upacara mawinten sarat dengan nilai – nilai kerohanian, etika, moral dan agama yang tinggi dan mendalam.

“Setelah mengikuti upacara mawinten ini kepada peserta supaya bisa mengendalikan diri dan berpikir, berkata serta berbuat sesuai dengan ajaran dharma,” harap Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi.

“Mawinten merupakan tahapan atau jenjang dalam pendakian spiritual, serta meningkatkan kebersihan dan kesucian diri, bagi yang melaksanakan mawinten diwajibkan melakukan brata, tapa, yoga, semadhi,” urai Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi.

Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi menjelaskan, inti dari mapadamel dengan sad rasa bertujuan menyiapkan sang mawinten agar mampu menjalani kehidupan yang baik yakni tahan menderita yaitu rasa pahit, tahan pada kesusahan yaitu rasa asam, tidak mudah marah yaitu rasa pedis, disiplin yaitu rasa sepet, suka belajar yaitu rasa asin, dan tidak sombong bila berhasil yaitu rasa manis.

“Mejaya-jaya bertujuan memohon kesucian Sapta Gangga, yakni cipratan tirta siwamba, sebagai simbol kesucian tujuh sungai suci di India yakni Gangga, Sindu, Saraswati, Yamuna, Godawari, Narmada, dan Sarayu,” urai Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi.

“Makarowista bertujuan mengukuhkan petapakan dengan simbol Ongkara. Makalpika bertujuan memohonkan umur panjang bagi yang mawinten,” pungkas Ida Pandita Dukuh Celagi Dhaksa Dharma Kirthi di Pura Penataran Dalem Sakenan Denpasar Bali. ☆ (Donny Parera)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*